Irfan khudzori SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA Irfan khudzori Kelengkapan Hakim dan Keabsahan Putusan Mahkamah Konstitusi | Ingin Pintar

Sunday, February 9, 2014

Kelengkapan Hakim dan Keabsahan Putusan Mahkamah Konstitusi







Kelengkapan Hakim dan Keabsahan Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Dakam undang undang Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
            Ketua MK nonaktif, Akil Mochtar, telah mengirim surat pengunduran diri dari jabatan hakim konstitusi dua hari lalu, Senin 7 Oktober 2013. Dan kini profil dan gambar Akil telah dihapus dari daftar hakim di situs resmi Mahkamah Konstitusi .


            Hakim konstitusi yang terpampang di situs MK hanya 8 – Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, Harjono, Maria Farida Indarti, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Patrialis Akbar. Nama Akil Mochtar sendiri telah dimasukkan ke daftar mantan hakim bersama para pendahulunya.
            Hamdan seorang mantan politisi Partai Bulan Bintang  mengatakan bahwa, setiap perkara yang masuk ke MK selalu diperiksa oleh satu panel yang terdiri dari 3 hakim konstitusi. Dengan 9 hakim konstitusi, terdapat tiga panel di MK. “Dari tiga itu, maka satu panel pincang,” Oleh sebab itu, Selasa 8 Oktober 2013, MK mengubah komposisi panel hakim mereka. Menyesuaikan dengan jumlah hakim konstitusi yang tinggal 8 orang, jumlah panel dikurangi dari tiga menjadi dua panel, dengan komposisi hakim 4 orang untuk tiap panel.

            Perubahan panel ini tak mempengaruhi jalannya sidang karena panel tidak berwenang mengambil keputusan apa-apa. “Panel hanya memeriksa. Pengambilan keputusan diambil setelah seluruh hasil pemeriksaan panel dilaporkan ke rapat pleno yang dihadiri seluruh hakim konstitusi,” kata Hamdan.
            Sidang Pleno adalah sidang yang dilakukan oleh majelis hakim konstitusi minimal dihadiri oleh tujuh hakim konstitusi. Persidangan ini dilakukan terbuka untuk umum dengan agenda pemeriksaan persidangan atau pembacaan putusan. Pemeriksaan persidangan meliputi mendengarkan pemohon, keterangan saksi, ahli dan pihak terkait serta memeriksa alat-alat bukti.
Mahkamah Kontitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden [Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi] (“UU 8/2011”’). Susunan MK itu sendiri berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undan-Undang no 8 tahun 2011 adalah terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.
Pada dasarnya,MK memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno MK dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, akan tetapi kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi [Pasal 28 ayat (1) UU MK]. Adapun yang dimaksud dengan “keadaan luar biasa” menurut penjelasan Pasal 28 ayat (1) UU MK adalah meninggal dunia atau terganggu fisik/jiwanya sehingga tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagai hakim konstitusi.
Seperti yang pernah dijelaskan dalam artikel Perbedaan Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi, putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding). (Penjelasan Pasal 10 ayat [1] UU 8/2011)
Dalam menjatuhkan putusan, jumlah hakim MK dalam sidang pleno adalah 9 orang. Apabila kurang dari jumlah itu, selama jumlah hakim yang hadir saat penjatuhan putusan itu berjumlah paling sedikit 7 orang, maka akibat hukum dari putusan yang dijatuhkan tersebut tetaplah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Maruar yang mengatakan bahwa Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk pengambilan putusan akhir dalam sengketa yang dihadapkan kepadanya harus memenuhi kuorum sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim (hal. 243).
Akibat hukum yang timbul dari putusan hakim jika menyangkut pengujian terhadap undang-undang juga telah diatur dalam Pasal 58 UU MK yang berbunyi:
“Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Menurut Maruarar, ini berarti bahwa putusan hakim MK yang menyatakan satu undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, tidak boleh berlaku surut. Akibat hukum yang timbul dari putusan itu dihitung sejak putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Oleh karenanya, akibat hukum yang timbul dari berlakunya satu undang-undang sejak diundangkan sampai diucapkannya putusan yang menyatakan undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, tetap sah dan mengikat (hal. 259).
Demikian halnya putusan yang dijatuhkan saat kuorum hanya 7 (tujuh) orang hakim, putusan tersebut tetap sah dan mengikat sejak putusan diucapkan di dalam persidangan MK.
            Menurut  Pasal 28 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi menyebutkan, ada 9 hakim yang memeriksa, memutus perkara konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa ada 7 hakim. Keadaan luar biasa di sini, dijelaskan jika hakim meninggal dunia atau cacat fisik sehingga tidak dapat menghadiri persidangan. Dan untuk sekarang ini ada 8 hakim di muka sidang. Menurut UUD, hakim konstitusi harus ada 9, jika tidak putusan tidak sah, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD menjelaskan, jumlah tersebut delapan tidak mengganggu rapat pleno hakim saat mengambil putusan. Sebab, kata dia, dalam tata acara rapat, pleno dapat diikuti minimal tujuh hakim.
Jadi dapat diambil putusan bahwa jumlah hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang pleno adalah sembilan orang. Apabila kurang dari jumlah itu, selama jumlah hakim yang hadir saat penjatuhan putusan itu berjumlah paling sedikit tujuh orang, maka akibat hukum dari putusan yang dijatuhkan tersebut tetaplah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat.

Sumber
·         Merdeka.com
·         Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

0 komentar:

Post a Comment